Minggu, 10 Agustus 2014

Keberadaanmu


                Banyak orang sering berkata bahwa penyesalan selalu datang terlambat. Dan kini aku mengiyakan hal itu. Ada seberkas rasa sesal didada ini. Ada sebuah rasa sesal dihati ini. Sesal yang baru kusadari kini. Sesal akan sebuah kenyataan bahwa dia memiliki tempat yang meskipun belum bisa kukatakan special. Namun dalam hati ini, dia memiliki tempat tersendiri dan aku baru menyadarinya kini setelah 21 tahun. Waktu selama itu dan aku baru menyadarinya.
                Kami sahabat, sahabat sangat lama bahkan bisa dikatakan kami ditakdirkan sejak lahir untuk bersama. Namun karena cinta buta yang kumiliki untuk seseorang yang tak pernah menganggapku ada, aku bahkan tak menyadari keberadaannya. Aku terus memandang dan mencari seseorang yang jauh disana, tanpa kusadari bahwa orang yang sebenarnya kubutuhkan ada disekitarku. Bahkan rela memberikan pundaknya kapanpun untuk sekedar bersandar.
               
                Kisahku….
                “ Kangen “ rengek Irfan.
                “ Iiih…manja banget sih “ malas meladeni rengekkannya.
                “ Citra, kamu ga kangen sama aku ?” rengeknya lagi.
                “ Kangen sih tapi ga kebangetan seperti kangennya  kamu “ jawabku  malas.
                “ Kamu tau ga sih kalo aku kangen banget sama kamu ? Kita kan udah ga ketemu setahun lebih, kamu jauh disana dan aku disini. Masa yang kangennya kebangetan cuma aku sih ?” ucapnya sambil tidur dipangkuanku.
                Kami sedang berada ditaman belakang rumah Irfan. Aku baru saja tiba dikota asalku Yogyakarta. Sejak lulus SMA setahun lalu aku memutuskan mengambil jurusan design disalah satu universitas di Jakarta. Dan semenjak itu, aku dan Irfan tak bertemu. Kami yang terbiasa bersama sejak kecil bahkan sejak lahir, untuk pertama kali berpisah dalam jangka waktu yang cukup lama. Aku dan Irfan sahabat sejak kecil bahkan mungkin sejak dikandung ibu kami masing-masing. Kami hidup dan besar dilingkungan yang sama, rumah kami hanya berhadapan dan itu membuat kami tak pernah terpisahkan.
                Bagiku perpisahan kami ini hal yang biasa, namun tidak bagi Irfan. Irfansyah Haris, nama lengkapnya  memang tak terbiasa bahkan mungkin tak bisa berada jauh dariku. Entahlah aku juga tak tau alasannya apa, mungkin karena kami telah bersama sejak kecil. Dalam dunia Irfan selalu ada aku didalamnya, Citra Indah. Dan dalam duniaku, tidak demikian. Dalam duniaku selalu ada seseorang yang kusimpan dalam diam.
                “ Kamu beneran ga kangen sama aku ?” tanya Irfan untuk kesekian kalinya.
                “ Aku kangen sama kamu Irfan tapi ga pake rengekan kayak kamu gini ” jawabku sambil membaca novel yang kubawa dari rumah.
                “ Kamu tau ga, aku saking kangennya sama kamu sampe 6 bulan setelah kamu dijakartapun dadaku serasa sesak kalo mikir kamu lagi ga disini sama aku” ucapnya.
                “ Kamu harus terbiasa dengan semua keadaan ini Fan, kamu harus belajar jauh dari aku. Kita ga mungkin seumur hidup kita  harus hidup bersama” aku mengalihkan pandanganku pada Irfan.
                “ Loh emang kenapa ?” tanya Irfan dengan wajah polos.
                “ Irfan, please deh. Kita ini udah sama-sama gede bukan anak kecil lagi, kita udah punya kehidupan sendiri sekarang. Aku mulai mengejar cita-citaku sebagai seorang designer dan kamu mengejar cita-cita kamu sebagai seorang pengusaha furniture. Suatu hari nanti kita akan sama-sama sibuk dengan pekerjaan kita dan itu akan membuat kita semakin jarang bertemu “ jelasku masih memandang tepat pada mata Irfan.
                “ Ya kita bisa aja buat janji, dalam sehari itu kita bisa bertemu. Entah dipagi hari sebelum berangkat kerja atau pada malam hari setelah pulang kerja. Aku bisa jemput kamu, aku bisa ngirim pesan singkat padamu, aku bisa nelpon kamu kapanpun bahkan jika memang kita ga bisa bertemu, kita bisa aja skype. Jaman sekarang, apa sih yang ga bisa “ ucap Irfan kelihatan serius.
                “ Bukan hanya itu Irfan. Kita memang sekarang masih bisa bersama, kapanpun kita ingin melepaskan rasa rindu, kita bisa langsung bertemu. Kapanpun kita saling membutuhkan, kita bisa saling mengisi. Disaat aku pengen meluk kamu atau kapanpun kamu pengen ngecup jidat aku, kita bisa aja ngelakuin itu “ aku menarik napas sejenak dan melanjutkan perkataanku “ Namun gimana jika suatu hari nanti akan ada sosok yang masuk dalam kehidupan kita masing-masing ? Gimana jika suatu hari nanti akan ada seorang wanita yang masuk dan mengisi tempat dihatimu ? Gimana jika suatu hari nanti akan ada seorang pria yang hadir dan memeluk aku disaat aku lelah ?. Suatu hari nanti pasti akan ada sosok-sosok itu dalam kehidupan kita. Dan disaat itu, apapun yang kita lakuin sekarang semuanya akan berubah. Kamu ga akan bisa ngecup jidatku kapanpun kamu mau dan aku ga akan bisa meluk kamu disaat aku pengen “.
                “ Ga akan ada hal yang berubah diantara kita Cit, ga akan ada. Ga akan ada sosok wanita lain dalam hidup dan hatiku selain kamu “ ucap Irfan.
                “ Kamu juga butuh sosok wanita yang bisa memberikan cinta dan perhatian yang kamu butuhkan, sosok wanita yang akan menemani kamu melewati sisa hidup kamu “ aku mencoba menjelaskannya pada Irfan.
                “ Kenapa bukan kamu saja ?” tanya Irfan sambil menatap tepat kedalam kedua bola mataku.
                Perasaanku mulai tak karuan, aku merasa sesuatu yang tak kuinginkan akan terjadi saat ini.
                “ Maksud kamu apaan sih ?” tanyaku.
                “ Citra, kenapa bukan kamu aja yang jadi sosok wanita itu ? Wanita yang memberikan cinta dan perhatian  yang kubutuhkan, sosok wanita yang menemaniku melewati sisa hidupku. Kamu telah menemaniku bahkan dari aku memulai kehidupanku, maka mengapa bukan kamu saja yang akan menemaniku melewati sisa hidup yang telah ada kamu didalamnya sejak awal. Mengapa kamu tak menemaniku hingga akhir ?” mimik wajah Irfan semakin serius.
                “ Irfan apaan sih ?” aku mulai resah.
                Irfan menggenggam tanganku “ Kenapa bukan kamu aja Citra ? Jika aku bilang, aku pengen wanita itu kamu, gimana ?” tanya Irfan.
                Aku tak mampu berkata apapun. Aku tak pernah menyangka hal ini akan terjadi. Aku mengakui bahwa aku selalu tergantung pada Irfan, aku selalu membutuhkannya dalam hidupku, aku merindukan dan mencemaskannya jika dia tak disampingku, aku bahkan menyayanginya. Namun tak pernah lebih dari itu, tak pernah lebih dari sebatas seorang sahabat.
                Irfan memiliki tempatnya sendiri dalam hatiku yang takkan bisa diganti oleh siapapun. Namun dalam hatiku ada orang lain, ada sosok pria yang kusimpan dalam diam. Sosok pria yang memiliki tempat sendiri dan aku meletakkannya pada sebuah tempat yang kunamakan special. Rasa yang kumiliki pada pria itulah yang kusebut dengan cinta.  Aku mencintai pria itu, sangat mencintai pria itu namun semua itu kusimpan dalam diam. Aku tau bahwa aku tak bisa memiliki sosok itu. Namun aku tetap tak bisa menempatkan Irfan pada posisi special itu.
                “ Irfa, aku beneran ga ngerti maksud kamu “ aku berbohong, aku sangat tau apa yang ingin  diucapkan Irfan saat itu.
                Irfan semakin menggenggam tangaku erat, menatap mataku dalam. Aku bisa merasakan tanganku dingin dan sedikit gemetar.
                “ Aku ingin kamu menjadi sosok wanita yang bukan hanya menjadi seorang sahabat. Aku ingin kamu menjadi sosok wanita yang bisa kucintai dengan segenap hatiku. Aku menyayangi kamu bahkan melebihi rasa sayang pada seorang sahabat. Aku mencintai kamu Citra, sangat mencintaimu. Setahun jauh darimu, rasanya dadaku begitu sulit untuk bernafas. Aku menyadari hal ini ketika kamu jauh dariku. Jarak membuatku merasakan bahwa keberadaanmu dalam hidupku sangat berharga. Kamu bukan seperti angin yang hanya mengisi setiap kekosongan dalam diriku lalu pergi. Bagiku kamu seperti air yang bukannya mengisi kekosongan dan pergi, namun kamu mengisi dan menetap dalam kekosongan itu “ Irfan masih menatapku. Aku tak tau harus berkata apa.
                “ Aku mencintai kamu Citra. Jangan hanya jadi seorang sahabat untukku namun jadilah cinta dalam hidupku. Citra, kamu mau kan jadi pacar aku ?” tanya Irfan.
                Pertanyaan Irfan bagaikan petir disiang bolong. Menyambar dan menghanguskan hatiku. Apa yang tak ingin kudengar, telah dikatakan Irfan. Dan aku mendengarnya.
                Aku hanya diam, entah untuk berapa lama. Aku terlalu sibuk dengan pikiranku sendiri.
                “ Kenapa kamu hanya diam ? Aku tau ini mungkin membuat kamu kaget, namun aku tak tau harus memendam ini sampai kapan. Jika kamu butuh waktu, aku mengerti “ ucap Irfan setelah  melepas genggaman tangannya.
                Aku menarik napas  dan berkata “ Ini adalah hal yang selalu kuhindari sejak dulu. Ini adalah rasa yang tak ingin kuhadirkan dalam hubungan kita. Aku berusaha untuk tidak mencampur adukan persahabatan dan cinta dalam hubungan kita. Namun apa yang kuhindari malah terjadi saat ini. Maaf Fan, aku  hanya bisa menjadi sosok sahabat untukmu. Tidak untuk menjadi sosok yang akan menemani kamu melewati sisa hidup kamu “.
                Irfan terlihat pucat dan lemes, aku tau ini akan terjadi. Namun aku tak ingin hidup dalam kebohongan. Aku ingin jujur pada diriku sendiri dan juga pada Irfan.
                “ Aku pulang dulu “ pamitku pada Irfan. Aku beranjak pergi tanpa melihat Irfan.
                Sejak kejadian itu, kami tak bertemu selama seminggu. Waktu liburanku habis, aku harus kembali ke Jakarta dan aku masih belum berbicara pada Irfan. Irfan pun menghilang  bagaikan ditelan bumi. Aku mengerti, Irfan butuh waktu untuk sendiri.
                Aku kembali pada kegiatan kuliahku yang padat. Sejak kejadian itu, 2 bulan sudah Irfan menghilang dan tak member kabar. Awalnya, aku tak merasa sesuatu yang berarti. Namun beberapa hari ini, entah apa yang terjadi. Aku merindukan Irfan, bahkan sangat merindukannya. Entah apa yang kurasakan ini, bahkan bernafaspun terasa sesak. Aku merasakan dadaku sakit ketika teringat Irfan. Aku merindukanmu. Aku mencoba menghubunginya namun ternyata Irfan telah mengganti nomor ponselnya. Irfan menghilang begitu saja. Aku tak bisa menahan diriku lagi, aku ingin segera bertemu Irfan.  Ada hal yang harus kukatakan padanya.
                6 bulan kemudian  ketika liburan semester tiba, aku kembali ke Yogya. Satu keinginan terbesarku adalah bertemu dengan Irfan. Aku tak sabar ingin bertemu dengannya. Aku baru saja tiba dirumah, meletakkan barang-barangku dan beranjak menuju rumah Irfan. Ada sesuatu dalam dadaku yang mendesakku untuk cepat dikeluarkan.
                “ Siang tante “ sapaku pada ibu Irfan.
                “ Eh Citra. Cari Irfan ya ?” tanya tante Nani, ibu Irfan.
                “ Iya tante. Irfan ada ?” tanyaku.
                “ Irfan lagi keluar tapi paling bentar lagi udah pulng. Nunggu didalam aja “ tante Nani mempersilahkanku masuk.
                “ Iya tante, ada sesuatu yang ingin aku sampein “ ucapku sambil memasuki rumah Irfan.
                Aku sedang duduk diruang tamu ketika bunyi sebuah mobil memasuki pekarangan rumah Irfan. Aku mengembangkan sebuah senyum “ Akhirnya dia dateng juga “ batinku.
                “ Citra “ sapa suara yang sangat kukenal. Irfan.
                Aku berbalik  dan langsung memeluknya “ Aku kangen “ ucapku.
                “ Fan, mau taruh dimana belanjaan ini ?” tanya seseorang.
                Aku melihat kearah suara itu berasal, seorang wanita. Irfan berbalik dan tersenyum padanya.
                “ Disitu aja “ Irfan menunjuk sebuah sofa yang ada didekat wanita itu. “ Sini deh aku kenalin sama Citra “ ucap Irfan pada wanita itu.
                “ Ririn, ini Citra sahabatku. Sahabat yang sering aku certain itu. Citra, ini Ririn pacar aku “ Irfan memperkenalkan kami.
                Saat itu entah kemana semua energy yang tadinya kumiliki. Aku serasa tak memiliki tulang lagi, tubuhku lemes. aku merasa bagaikan langit runtuh detik itu juga.
                “ Hai, aku Ririn. Akhirnya bisa bertemu kamu juga “ sapa Ririn itu.
                Aku berusaha tersenyum dan memperkenalkan diriku “ Hai, aku Citra sahabat Irfan “.
                “ Ow iya, ibu bilang ada yang ingin sampein ke aku ya ?” tanya Irfan.
                “ Eh..oh..ga ada kok. Aku cuma pengen bilang kalo aku udah nyampe soalny aku hubungi nomer kamu tapi ga aktif “ jawabku berusaha senormal mungkin.
                “ Sorry, ponselku rusak dari 6 bulan yang lalu. Kebanting sama aku “ ucap Irfan dan kulihat dia sedang menggenggam tangan wanita yang ada disampingnya itu. Ririn.
                “ Aku pulang dulu “ pamitku. Aku ingin segera pulang, aku takut energy yang tersisa pada diriku saat ini akan habis dan aku akan terjatuh didepan mereka berdua.
                “ Ow ya udah, entar aku kerumah kamu” seru Irfan.
               
                Jika aku diberikan kesempatan untuk bisa memperbaiki semua ini, apapun akan kulakukan. Aku telah melewatkan seseorang, aku telah menutup mataku dari sosok itu, aku telah mengacuhkan sebuah rasa. Aku tak pernah menyadari bahwa dia ada disekitarku. Aku terus memandang pada kejauhan disana dan berharap menemukan sosok yang kuimpikan itu. Aku tak menyadari jika dia ada didekatku, memberikan pundaknya untuk aku bersandar. Aku tak menyadari jika di ada disekitarku, menghapus airmataku. Aku tak menyadari dia disampingku, mendekapku disaat aku terpuruk. Aku menyesal karna tak pernah menyadari keberadaanmu.